MAIN BARENG ABG
![]() |
| @MTsN 21_18112025_Native Visit |
Beda aura kalau kita berada di tengah-tengah peserta didik yang baru gede alias ABG. Apalagi saya dan mereka beda jauh, beda usia yang jelas. Mereka seperti anak saya sendiri karena kebetulan anak saya ketiga sebaya dengan mereka. Saya sempat "freeze" sesaat ketika tugas menggantikan guru sebelumnya menjadi guru tetap sampai akhir periode pembelajaran. Rasanya seperti berapa di 25 tahun yang lalu di mana saya yang masih di bangku kuliahtingkat akhir menjajal kemampuan mengajar di level madrasah Tsanawiyah juga. Saat ini saya pun masih terbayang pengalaman unik yang tetap terjaga karena dari sanalah saya mendapat "Insight" pengajaran bahasa.
Lain waktu lain pula suasananya. Dahulu di awal 2000-an, saya mencoba variasi cara mengajar bahasa Inggris di kelas dan andalan kami saat itu masih pada penggunaan buku paket atau Lembar Kerja Siswa dan papan tulis sebagai media mengajar. Alat bantu lain yang biasa saya gunakan dalam pengajaran di antaranya gambar (Flash Card) yang sumbernya dipilih, diambil dari koran atau majalah, lagu-lagu pendek bahasa Inggris yang dinyanyikan bersama atau menyimak audio menggunakan Radio kaset/CD, bermain peran, peta konsep sederhana dan pastinya pembiasaan bahasa kelas (Classroom language) sebagai pembiasaan bahasa di kelas tanpa diterjemahkan.
Bila dibandingkan dengan zaman sekarang, maka yang menarik dari pengajaran bahasa Inggris waktu itu adalah penugasan siswa yang berhubungan dengan pengumpulan gambar yang sumbernya diambil dari koran atau majalah atau dari selebaran promosi produk toko eceran yang tentunya sesuai topik yang sedang dibahas. Ditambah lagi, satu penugasan yangseslalu terkenang sampai saat ini yaitu tugas membuat sapaan, atau undangan atau kabar dalam bahasa Inggris sederhana menggunakan kartu pos, membubuhi perangko dan mengirimkannya melalui kantor pos. Tugas terakhir ini saya berikan berulang di kelas kelas berikutnya. Tujuannya untuk memberikan pengalaman pada peserta didik tentang salah satu fasilitas komunikasi yang dapat dilakukan selain bertatap muka, menelepon atau mengirim surat.
Saat ini atau sepuluh tahun terakhir, perkembangan teknologi luar biasa membangkitkan daya ungkit pengajaran serta pembelajaran para peserta didik. Saya pun mengalami masa masa awal penggunakan komputer jinjing dan Layar besar yang dipantulkan melalui LCD proyektor yang membuat kelas lebih interaktif karena selain mereka menyimak topik bahasan, mereka juga dapat menonton video pendek melalui pemutar CD atau DVD yang ada di fasilitas komputer jinjing. Kegiatan keblajar mengajar pun memberi warna lain karena siswa dilibatkan dalam kegiatan diskusi.
Di era Pandemi Covid-19, Haluan arahpun berubah 360 derajat di mana saat itu para guru berlomba-lomba mensejajarkan diri dengan kondisi baru dan proses belajar teknologi menuntut setiap pengajar untuk menambah wawasan, mengembangkan kemampuan soft skill dan memanfaatkan aplikasi yang tersedia secara daring. bahkan siswa pun diberi kesempatan untuk menggunakan gawai pintar mereka sebagai fasilitas belajar. Sayapun merasa di era itu berada pada titik balik di mana daya ungkit saya sebagai pengajar diuji dan proses untuk menguasai sebagian kecil aplikasi pendidikan pun menjadi ajang peningkatkan mutu keterampilan mengajar dalam menyajikan materi yang interaktif dengan memanfaatkan teknologi. Walaupun demikian, sampai saat ini pun saya tidak pernah melupakan "Papan Tulis", karena bagi saya sebaik apapun teknologi yang saya gunakan di kelas, tetap saja papan tulismenjadi fasilitas pertama dan utama.
Mengajar adalah bagian dari hidup saya, dan selama lebih dari dua puluh tahun saya sudah mendapatkan berbagai ilmu dan pengalaman termasuk membersamai remaja di kelas. Saya yang bukan gen Z merasa harus mampu mendampingi mereka dan memberlakukan diri sebagai teman, sahabat dan fasilitator. Mengajar remaja bukan menunjukkan superioritas atau senioritas sebagai pribadi yang menguasai kelas tetapi bagaimana saya mampu menempatkan diri saya sebagai individu yang dapat mendampingi, memberikan fasilitas, mengawal, mengawasi dan menilai peserta didik dengan satu paket kemampuan berbagi ilmu yang pada akirnya mereka dapat menerima manfaat dengan baik. Bekerja sama adalah kunci kesuksesan dalam pengajaran. Secara usia mereka terlihat sangat muda tetapi untuk mendapatkan hubungan yang baik, saya pun tetap mengaplikasikan komunikasi dua arah. Bukan untuk menggurui atau terlihat hebat tetapi untuk menjaga hubungan baik yang membbuat mereka aman bersama saya, merasa nyaman selama berkegiatan di kelas dan yang terpenting mereka dapat mengikuti semua alur prosesnya dari awal sampai akhir pembelajaran.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar