Minggu, 26 Februari 2023

Apakah Harapan itu masih ada?

 


Banyak hal yang kupirkan dua bulan terakhir ini. Hari-hari ku terasa semakin pudar dan hampa ketika apa yang kuimpikan tidak seindah cerita novel. Dua puluh tahun aku mengarungi bahtera rumah tangga, selama itupun aku merasa semakin terpuruk. Hanya tanggung jawab yang masih kumiliki dalam pikiran ku dan kuusahakan untuk dipertahankan selama aku bisa. Bukan karena aku ingin dikasihani atau diapresiasi. tapi, aku masih waras untuk melakukan usaha mempertahankan keluargaku.

"Kamu masih tetap mau bertahan mendampingi suami yang model begitu?", itulah protes ibuku ketika aku mengeluhkan kondisi ekonomi keluarga yang kembang kempis dan terpaksa berhutang kanan kiri hanya untuk menutupi lapar.

"Ya mau gimana lagi, bu? Mas Andi yang memilih pergi dan berjanji akan pulang. Aku sendiri gak sanggup berpisah karena 3 punya anak yang masih sekolah dan butuh biaya banyak". Sementara ini aku punya kerjaan yang bayarannya  gak gede tapi Alhamdulillah, jasaku sebagai buruh cuci di 3 rumah tetangga bisa untuk beli beras dan lauk sekedarnya. Mohon do'akan mas Andi cepat pulang ya bu". 

"Ya, terserah kamu. Hidup ya hidupmu, tapi jangan  suka mengeluh kalau kamu punya masalah!"

Perihnya mendengar kata kata ibu. Padahal aku hanya ingin sedikit berbagi dan melepaskan beban hidup sesaat. 

Aku mencoba memahaminya, beliau yang sudah renta seharusnya tidak memikirkan hal hal yang berat. Waktunya untuk menikmati hidup. Kuhapus bulir airmata yang lolos dari sudut mataku dan bergegas pamit pulang. "Ibu, Marni pulang ya. Salam buat bapak". Ku cium tangan ibu dan melangkah keluar rumah dengan hati sendu.

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, aku masih merasakan sesak dan berat rasanya beban yang harus "kupikul sendiri". Anak sulungku yang baru saja lulus SMK meminta restuku untuk melanjutkan kuliah Anak kedua ku yang naik kelas XI di SMA swasta pun sudah merengek meminta uang SPP yang belum dibayar selama 4 bulan. Belum lagi yang bungsu, saat ini kelas 5 ngambek minta dibelikan telepon genggam. 

Seandainya, hidup bisa ku disain sendiri sesuka hatiku, aku pilih jadi orang berkecukupan tanpa kekurangan materi dan semua yang dibutuhkan keluarga ku mudah terpenuhi. Tapi, ini bukan mimpi ini kenyataan hidup. Aku harus berjuang 10x lipat untuk mendapatkan penghasilan 700 ribu sebulan buruh mencuci pakaian. "Astagfirullahaladziim, segera aku beristighfar dan memjamkan mata serta menguatkan hati jika semua yang aku hadapi adalah bagian perjuangan hidup ku" "Ayo bangkit, kamu sehat, kamu kuat, kamu pasti bisa!" Kata kata penyemangat itu memberi ku kekuatan untuk menaklukkan setiap tantangan. Semoga hari ini lebih baik daripada hari kemarin dan semoga hari ini Allah Maha pengasih meridhoi setiap langkah kaki ku bekerja dan bermanfaat untuk keluargaku. 

Sampai rumah dengan selamat dan bertemu anak anakku. Senangnya melihat mereka semua sudah di rumah dan menyambut kedatangan ku. Walau rumah kontrakan ini kecil dan terkesan ala kadarnya, tapi aku bahagia karena ini istanaku dan aku memiliki keleluasaan untuk menjalani hidup bersama keluargaku.

"Anto, Tina, Ratih... ibu udah pulang nih, ada tiga bungkus nasi rames... yuk kita makan!" Segera ku tata nasi beserta lauk makan kami malam ini. Tak lama mereka datang dan memghampiri meja makan dan semuanya tersenyum karena makanan yang mereka lihat adalah lauk "istimewa". 

Melihat mereka tersenyum dan menerima jerih payahku hari ini rasanya indah sekali, segala penat ku hilang sesaat dan kami nikmati makan malam ini dengan do'a kesyukuran.

Semoga hari ini dan selanjutnya menjadi hari hari indah dan mendapat berkah untuk selalu berterima kasih atas anugerah Nya. 




Minggu, 19 Februari 2023

Gerak ku mengejar harapan 2023

 TIDAK PERLU MULUK-MULUK UNTUK MERAIH HARAPAN 2023



Bisa-bisa nya kamu buat timeline "Raih Sukses 2023", apa bedanya dengan timeline kamu tahun lalu? Itu-itu aja! Gak ada yang istimewa, gak ada hal baru yang perlu diperjuangkan, semuanya tetap merujuk pada kenyataan diri, "BERJUANG" menaklukkan asap dapur yang tidak kunjung usai. Begitulah perang rasa yang kualami semenjak PANDEMI awal Maret 2020 yang lalu. Setiap hari otak ku harus ku putar 360 derajat untuk bisa menutupi semua kebutuhan harian keluargaku. yang kuusahakan cuma bagaimana caranya menutupi kebutuhan perut yang tidak bisa ditahan apalagi ditunda. Aku anak pertama, aku tahu diri bila kondisiku tidak sebaik teman-teman sekelasku yang punya banyak mimpi serta cita-cita masa depan. Yang kuhitung sampai akhir Maret 2023 adalah menghabiskan hari demi hari bergelut dengan buku, tugas dan persiapan ujian sekolah SMA ku. Tidak ada harapan lain selain lulus, cari kerja dan penghasilanku untuk kebutuhan keluarga. Sedih?, pasti! Kecewa? Aku sangat kecewa dengan yang kualami. Ujung-ujungnya aku hanya menangis sendiri sambil terus mencari cara untuk mendapat tambahan uang saku ku agar bisa terus berjuang sampai ke sekolah. 


Ibu ku selalu bilang, "Ini ujian, mba. Jangan pernah disesali karena di sisi lain Allah SWT sedang memberi kamu pelajaran untuk bertahan hidup dengan cara kamu." Kamu kan jadi kuat tidak manja dan mau terus berjuang untuk bertahan". Jangan terus bersedih, lihat ke bawah, mereka yang tidak sempurna anggota tubuhnya, mereka yang harus berjuang 3x lipat daripada kita". Begitulah nasehat ibuku yang kudapati setiap kali beliau memergokiku sedang menangis. 

Seandainya dunia bisa kuatur semauku, mungkin hidupku gak sesusah ini. Mau makan aja pikir pikir 2x lipat. Mau makan di rumah bareng ketiga adikku atau makan sendiri di warung menikmati hasil kerja ku memunguti botol botol plastik. "Ah, mengapa mimpi itu indah banget. Aku mau apapun pasti bisa kudapatkan dalam mimpu ku". Bangun-bangun, Tuti!, ini kenyataan! terima saja dan terus bangkit walau harus terseok-seok. Lihat tuh ke bawah! lihat mereka yang jauh lebih menderita dan kembalilah bersyukur dengan yang kamu miliki." Kalau saja aku gak kuat iman, aku sudah ngamuk tiap hari di depan orang tua ku. kalau perlu ku maki-maki mereka karena membuat aku dan adik adik ku hidup susah! 

"Tuti...Tuti.... kamu di mana? sini sebentar", Biasanya ibu kalau panggil aku begitu sambil teriak. "Ya, bu. Sebentar, Tuti beresin tugas prakarya dulu". Segera ku tutup tugas prakaryaku dan bergegas menghampiri ibu.

"Ada apa ya bu, kok manggil Tuti sambil teriak?", "Maaf ya nak". Ini ada kerjaan buat kamu, besok Minggu pagi di rumah pak RW. Beliau ada syukuran rumah, terus minta kamu bantu cuci piring. Lumayan lho! kamu dibayar 150 ribu. Tugas kamu simpel, cuci piring ya." Ibu begitu bersemangat menyampaikan info tentang kerjaan.

"Cuci piring bu?" "Berapa jam?" kalau seharian gak bisa bu, tugas menyusun laporan belum kelar bu", begitu protesku kalau waktunya menyita tugasku yang lain. Ibu yang tetap sumringah tidak terpengaruh dengan protesku, "Tenang, nak. kerjaannya cuma dari jam 08 pagi sampe jam 12 siang aja. Gak lama kan?." "Lumayan, nak untuk beli beras 10liter terus sisanya buat kamu. Gimana mau ya?" Aku yang tidak bisa melihat wajah ibu yang penuh harapan, hanya bisa mengangguk mengiyakan permintaannya. Lumayanlah 60ribu buat tambahan beli pulsa data.

Tidak yang salah dengan pekerjaan mencuci piring kotor sepanjang cara mendapatkannya halal, pekerjaannya ringan dan tempat nya tersembunyi. Aku menghibur diri agar semangat ku tetap terjaga. Walaupun, sbetulnya aku lebih suka mengetik di depan PC dan mendapat bayaran perlembarnya Rp 1500 rupiah, tapi tak apalah, karena ibu yang meminta dan sebagian uangnya untuk dibelikan beras, jadi aku kuatkan diri dengan mengucap basmalah, aku ambil pekerjaan cuci piring minggu ini. Senyuman ibu adalah satu satunya harapan yang kutulis dalam timeline ku di 2023, dan semoga dengan senyuman ibu, aku mendapat ridhanya untuk mendo'akan kumendapatkan pekerjaan setelah aku lulus sekolah. "Ya Allah yang Maha Kasih, kabulkanlah do'aku" Aamiin.

#TATITATU
#RBMIPJakarta

 

WFH Year #1

 UNEXPECTED EVENTS It's not about how long you dedicate yourself to show your best performance. It's all about how you put and treat...