Senin, 09 November 2020

Belajar dari Kegagalan

 

 PENGAKUAN: PRESTASI YANG TERTUNDA


 Pagi ini, rasa hati bersemangat setelah tim memberi pengumuman tentang tantangan 10 hari Writober 2020. Hati berdebar dan berbinar karena merasa akan mendapatkan sesuatu di tahun ini. Setelah megikuti tantangan yang sama di tahun 2019, tetapi tidak mendapatkan prestasi maka tahun ini saya lebih bersemangat dan mengambil inisiatif untuk membuat 10 topik menjadi satu alur cerita tentang saya dan pekerjaan yang juga passion saya. Sambil menyapa mahasiswa via layar kaca melalui platform Microsoft Team, sesekali kedua mata ini melirik smartphone yang sengaja disimpan di samping. Tepat mba panitia mengirimkan video, di situlah debaran jantung berpacu seiring menjelaskan materi TOEFL bagian Structure skill 7. Saya sengaja memainkan video nya dan berharap-harap nama saya muncul di penghargaan tersebut. Detik demi detik saya bagi mata saya antara monitor dan layar gadget,beberapa saat kemudian, saya terpaku dan lemas menerjang sekujur tubuh tiba tiba. Lesu rasanya karena nama itu tidak saya temukan baik di setiap tema apalagi di bagian juara umum. Beraneka rasa pun tercampur jadi satu dan kesimpulannya saya sedih juga kecewa. Harapan mendapatkan pengakuan itu pun tidak ada, Luluh lantak lah mulut ini, tidak ada kegairahan yang muncul setelah banyaknya angota lain memberi selamat dan memuji para juara. Saya pun ikut ambil bagian memberikan selamat. 

Sisi buruk yang saya miliki dan senantiasa berbuah kegagalan adalah ketika saya memiliki semangat tingi untuk ikut sebuah kompetisi dan yakin apa yang saya berikan adalah yang terbaik di situ pula harapan besar terpatri dalam mimpi; Insya Allah aku bisa menang. Semangat itu pun tersalurkan dan terbukti setiap tantangan terkirim setiap hari, dan konsistensi saya terhadap hal tersebut merawat motivasi diri untuk menunjukkan yang terbaik versi saya pribadi.

Nyatanya, juri berkata lain dan memilih yang memang terbaik dalam pandangan mereka sesuai dengan kriteria penilaian. Alangkah bodohnya saya karena begitu menggebu untuk mendapat yang terbaik padahal tidak ada satu pun dari karya saya yang diakui secara kualitas sebuah penulisan. 

Titik air mata menemani saya sore ini, mencoba merenungi hakikat dibalik sebuah motivasi dan semangat. Ya, pengakuan itu begiku kuat saya inginkan walau saya harus akui para panitia memahami perasaan kami dengan memberi penghargaan "Finisher",

Semoga saya mendapat pelajaran lain lagi tahun ini, bahwa menulis yang baik dan sesuai kriteria para juri tidak bisa seperti membalik telapak tangan. Pengakuan itu betul betul dibagikan untuk mereka yang benar benar memenuhi syarat yang diminta. 

Sekali lagi, saya mencoba melihat sisi lain dari ajang kompetisi menulis ini. Semangat dan memiliki motivasi saja tidak cukup, apalagi bila diundang ikut menulis bareng dalam sebuah antologi, pasti saya akan terseret, terseok seok dan mungkin akan merepotkan para coaches. 

Think positively, di sini saya harus berani bicara, bahwa kegagalan adalah bagian dari belajar dan itu artinya saya harus bersabar dan terus berlatih untuk menjadi yang terbaik. Paling tidak, bila saya menulis, yang membaca memahami maksud dan tujuan penulisan saya. Saya pun harus memupus keinginan untuk mendapatkan "Pengakuan". Walau berat menerimanya, tetapi saya harus bangkit dan mau bersusah payah belajar dan berkembang.

Mendapat predikat "Finisher" bukan berarti saya akan selesai dan meninggalkan kegiatan ini. Ini adalah milestone saya untuk memulai kegiatan menulis lainnya dengan kesungguhan hati dan meningkatkan kemmapuan menulis sedikit demi sedikit.

#Writober2020

#AliranRasa

#RBMIPJakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WFH Year #1

 UNEXPECTED EVENTS It's not about how long you dedicate yourself to show your best performance. It's all about how you put and treat...