Senin, 30 Oktober 2023

48 years old #Show the best and be the best

 THE FUTURE IS OVER THERE


Today is  Tuesday 31st October 2023 and I am here now, being 48 years old woman who has lots of things to share with my life

Kamis, 12 Oktober 2023

Writober #10 Nuraga

Writober #8 Serak

 IBU RUMAH TANGGA



Semoga lelah mu menjadi lillah. Aamiin. Ungkapan sederhana tapi bermakna dalam cocok untuk para ibu rumah tangga sepertiku. Aku yang sebelumnya lebih banyak berkecimpung di ranah publik, sekarang aku menghabiskan waktuku 24 jam di rumah. Selamat datang Ibu Rumah Tangga. Itulah aku. Aku yang saat ini menjadi ibu rumah tangga purna waktu mendapat pengalaman nano nano. Tidaka ada waktu yang terbuang karena semuanya aku kerjakan sendiri. Ya, sendiri. Tidak ada ART tidak punya pengasuh dan akulah pemeran utama untuk semua tugas yang ada di 

Writober #9 Mangata

Writober #7 Adarusa

 IKHLAS: BIAR ALLAH SWT, SAJA YANG MENGGANTINYA



Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, mungkin pepatah itu yang tepat untuk suasana hatiku malam ini. Bagaimana tidak terkejut bila apa yang dijanjikan oleh adikku setiap kali meminjam uang adalah ungkapan yang aku hapal,"Tenang aja teh, aku punya catatannya", dengan senyum penuh percaya diri dia selalu menjadikannya senjata ampuh bilamana aku menagihnya. Tapi tidak malam ini, ketika semua anggota keluarga bapakku hadir untuk membuka wsris, dialah yang pertama minta dibayarkan. Syukur abang sulung ku bersedia membeli bagiannya. setelah semua tanda tangan berkas, ibuku dengan spontan mengungatkannya, "Jangan lupa neng, bayar hutang ke teteh mu!". Pelan tapi tegas, ibu mengingatkan kembali tentang kewajibannya mengembalikan semua hutang yang pernah dia pinjam. "O, hutang ke teh Rani?, Itu nanti aja kalau bagian ku yang ada di kampung ya teh", Tergagap dia sampaiakan dengan wajah kagetnya. "Ya, sesuai janji dan catatan hutang yang kamu pegang ya", kukuatkan kembali janjinya. "Ih, aku mah gak pernah nyatet hutang aku ke teh Rani", Belanya terburu-buru". Sepontan, wajahku dan wajah ibuku bertatapan penuh tanya dan tidak menyangka dia akan menjawab seperti itu. "Kamu kan selalu bilang kalau kamu punya catatan hutang apa saja yang sudah kamu pinjam ke kakakmu. Kok sekarang malah mangkir dan beralasan kamu gak pernah nyatet hutang kamu?" Ibu menahan emosinya dengan tatapan marah bercampur kaget sedangkan yang punya hutang malah terlihat tenang dan santai sambil membalas, "Ya udah, nanti bagian waris ku yang di kampung dipotong aja untuk bayar hutang ke teh Rani". Luar biasa, decakku dalam hati, tak pernah kusangka dia bisa senyaman itu dengan janjinya, apalagi tentang hutang dan janjinya yang akan membayar denagn menyebutkan waktu bayarnya. 

Setelah semua urusan buka waris selesai, dan semuanya pamit pulang, ibuku megajakku ke ruang makan dan menanyakan perasaan ku tentang kejadian tadi. "Bagaimana Ran, itu adikmu jawab sekenanya aja, padahal kalo ibu tanya untuk nyicil hutang, dia selalu bilang, iya bu, tenang aja nanti Tuti bayar, aku kan punya catatannya. Apa itu alasanya agar menghindari bayar hutannya? hutangnya kan di mana-mana. Ibu aja sampai malu kalau ada orang yang datang ke rumah dan menagih hutang.padahal dia gak tinggal di sini", Ibu mencurahkan kekesalannya. "Ya, udahlah bu, aku udah melupakannya semenjak dia bilang dia gak pernah nyatet hutangnya ke aku. Aku ikhlaskan saja Daripada dipikirin, terus orang nya ditagih dan yang ditagih menghilang dan datang lagi dengan model yang memlas untuk pinjam uang lagi". Aku berusaha meyakinkan ibu jika aku sudah tiddak mau mengungkit-ungkit tentang itu.

Coba kalo diingat-ingat Ran, setiap dia mau pinjam, rusuh banget, datang terburu-buru dan selalu menjanjikan nanti tanggal sekian aku bayar, atau nanti akhir bulan aku ganti, atau papahnya mau dapat uang minggu depan, dan alasan jaminan yang lain. Aku tersenyum melihat ibu masih ingat dengan janji manis adikku yang akan meminjam uang. Pernah aku merasa tertekan saat aku sedang rapat dengan klien dan berada pada situasi serius di mana pihak klien mempertanyakan projek proposal perusahaan kami untuk manfaat perusahaannya. tiba tiba telepon ku berdering dan aku bersyukur aku dapat izin keluar dengan alasan hendak ke kamar mandi. Segera ku pergi keluar ruangan dan menjawab teleponnya, "Ada apa de?, aku lagi rapat gak bisa lama-lama di telpon, sergah ku agar dia cepat memberi info. Ya, aku gak lama. Aku butuh uang empat ratus lima puluh ribu untuk bayar sekolah anak. Aku janji akhir bulan aku bayar. Semangat nya menggebu-gebu dan paham jika aku berada dalam situasi sempit. "Benarnya, bayar diakhir bulan?, ya udah bilang ke ibu pinjam dulu uang ibu, nanti aku ganti uang ibu pas pulang kerja. "Terima kasih teh Rani!", Sumringah sekali suaranya. Sedangkan aku segera menutup telepon dan kembali ke ruang rapat.

Aku paham jika kita sedang butuh uang dan kita tidak punya, maka jalan alternatifnya adalah meminjam dan cara meminjam yang cepat tanpa bunga adalah dengan mendatangi keluarga karena keluarga akan membantu. Tetapi, bila akaqnya hutang maka hutang itu harus dibayar, apalagi sudah menjanjikan waktu pelunasan. Apa jadinya bila kondisinya seperti yang kualami. Kejadian yang kuceritakan di atas adalah kejadian beberapa tahun lalu. Akupun tidak ingat lagi hutang hutang mana saja yang sudah dia gali dan belum dia bayar apalagi mencicil. Dari kejadian malam itu, aku belajar satu hal jika ada seseorang yang meminjam dan menjanjikan kan mengembalikannya, maka aku akan tanya sekali lagi, ini mau pinjam atau mau minta tolong dibantu. Ini aku lakukan agarr aku nyaman dan tidak menjadi beban pikiran atau malah menjadi pemicu pertengkaran karena yang punya hutang lebih berkuasa daripada yang menghutangi. Semoga Allah SWT sajalah yang akan memayar nya jika kita mengikhlaskan hutang hutang mereka. Di sisi lain, aku pun belajar untuk menjaga diri dari berhutang. Bila sekiranya aku kepepet berhutang maka aku harus bertakad mengembalikannya sesuai kesepakatan denga pemberi hutang agar aku menjadi orang yang dapat dipercaya. 

Semoga kejadian malam itu memberikan satu hikmah untuk ku yang berkaitan dengan pinjam meminjam. Entah itu meminjam uang, barang, bantuan tenaga, atau janji yang lain yang semuanya harus ditunaikan dan dilunasi. Semoga aku terhindar dari sifat buruk. Aamiin


#writober2023

#adarusa

#RBMJakarta

#IbuProfesional

Writober #6 Jelajah

     MERANTAU: BELAJAR MANDIRI 



"Bunda, aku mau coba kirim berkas ke beberapa Universitas di luar negeri ya", Shania mengutarakan keinginannya untuk melanjutkan pendidikannya setelah lulus kelas 12. "Kamu serius, kak mau sekolah di luar negeri?" Negara mana yang lagi kamu incar? Apa sudah cari info seputar kampusnya? Terus bagaimana registrasinya? Apa bisa kamu hidup sendiri. Selama ini kan kamu gak pernah pisah dari kami?" Sederet pertanyaan bunda yang ditujukan pada anak sulungnya menunjukkan ketodak percayaan sekaligus kekhawatiran akan hidup nya kelak di negeri orang.  


#writober2023

#jelajah

#RBMJakarta

#IbuProfesional

Writober #5 Bernas

JANJI: AMANAH



"Masa sih baru beli setengah tahun, gawai ku udah rusak! padahal aku belinya merk terkenal!", Tita mendengus kesal karena gawai kebanggaannya mulai menunjukkan tanda tanda rusak. "Kalau begini kondisinya mending datang langsung ke Service Center nya aja dan minta ganti", tekadnya untuk mendapatkan pertanggung jawaban pihak produsen gawai kenamaan tersebut. Tidak sampai menunggu hari esok, Tita bergegas meluncur ke Pusat Layanan dan mengurus penggantian yang sudah menjadi haknya.

"Alhamdulillah, akhirnya dapat penggantian uangnya seharga gawai yang aku beli enam bulan lalu", senyum merekah Tita mengembang seiring kebahagiaannya mendapatkan uang dari penggantian gawai yang rusak dan belum satu tahun masa garansinya habis. Sepanjang perjalanan pulang, dia berpikir keras, mau diapakan ya uangnya yang berjumlah tiga juta tujuh ratus ribu rupiah itu? sedangkan gawai yang dia dapatkan adalah hadiah dari abang iparnya yang mendapat proyek besar hingga diapun kecipratan hasilnya. Sedetik kemudian, pikirannya melayang pada sang abang ipar yang sedang di rawat di Rumah sakit karena Kanker Nasopharing stadium 4. Sedih memikirnya karena sang abang selama sehat, selalu berbuat baik kepada siapa saja, termasuk keluarganya, Beliau tidak pernah memilih siapa yang akan dia beri sedekah. "Apa aku kembalikan saja ya ke abang untuk bayar asuransi kesehatannya BPJS agar memudahkan mendapat layanan di Rumah sakit. 

Keputusan untuk mengembalikan uang kepada abang iparnya dalam bentuk setoran BPJS perbulan disampaikan Tita pada kakaknya. Mba Ratih menrima usulannya dan mengucapkan terima kasih karena adiknya mau mengikhlaskan uang gawai tsb untuk membantu biaya berobat. "Maaf, mba. Aku hanya bisa bantu membayarkan asuransi kakak dan keluarga. Aku belum bisa bantu yang lain", sesalnya pada sang kakak. "Alhamdulillah, de. Kamu mau bantu mengurus asuransi kesehatan kami sekeluarga saja mba sudah bersyukur", semoga Allah membalas kebaikan kamu ya de". Sambil berpelukan mba Ratih mengucapkan kalimat tersebut di telinga Tita.

Tujuh tahun berlalu, Tita tetap dengan pendiriannya mengirimkan uang setoran via BPJS untuk keluarga sang kakak yang berjumlah empat orang. Dulu dia berjanji untuk membatu membayarkan asuransi kesehatannya sampai abang ipar sembuh. Sayangnya, Abang ipar tercinta berpulang ke rumah Allah setelah berjuang selama lima bulan pengobatan. Kesedihan Tita juga kesedihan keluarga dan teman serta rekan sejawat yang mengenalnya. Tapi, dia merubah janjinya dan akan terus membayarkan asurans kelurga kakaknya walau abang iparnya sudah tiada. 

Suatu hari, mba Ratih mengajak Tita berziarah ke makam suaminya. Tita hanya mengikuti kemauan kakaknya dan tidak banyak bertanya tentang alasan yang tiba-tiba mba Ratih mengundangnya ke makam almarhum. Bersimpuh di sisi makam, mba Ratih dengan khusyu berdo'a dan kemudian membersihkan sedikit alang alang di atas makam. "Ayah, kami datang. bersama Tita. Tita sudah memenuhi amanahnya dan janjinya yang bernas tetap membayarkan asuransi setelah ayah tiada." Seperti orang yang sedang bercengkramma saja mba Ratih ini, pikir Tita. "Tita, mba mau tanya kepada Tita tentang bantuanmu membayarkan asuransi kesehatan. Apakah kamu ikhlas memberikannya?" Pertanyaan kakaknya membuat Tita terkejut. Tapi Tita sudah membuat keputusan bila apa yang dia janjikan adalah sebuah amanah yang akan dia teruskan. "Ini adalah shodaqoh ku untuk keluarga kakak dan semoga menjadi tabungan akhirat ku kelak", begitu mantapnya Tita meneguhkan janji di hadapan mba Ratih juga makam almarhum abang iparnya. "Walau aku dalam kondisi ekonomi yang aku miliki sedikit sulit, aku harus tetap menjadikan janjiku itu sebuah amanah dan bukan menjadi hutang". Senyum mba ratih sambil menarik tubuhnya dalam pelukan hangat keluarga. Semangat Tita untuk mengazamkan keinginannya memberi kepada yang lain. 

#writober2023

#bernas

#RBMJakarta

#IbuProfesional

https://jagokata.com/peribahasa/bernas.html 

Writober #4 Arena

 TEMPAT MAIN BARU: TANTANGAN 

"Bu Dewi, klien kita yang di Salemba mengajukan request ibu untuk mengisi pelatihan guru di tahun ajaran baru besok ya", begitu pesan masuk yang kubaca di grup WAG kantor. "Apa alasannya bu, mereka minta aku mengisi pelatihan guru", responku kukirim karena peanasaran terhadap permintaan klien. "Mereka sudah nyaman belajar bahasa Inggris dengan bu Dewi dan meminta ibu yang mengisi pelatihan selama satu semester ke depan. Alasan lain agar konsistensi trainer jelas dan evaluasi diakhir dapat terukur", jawaban yang terkirim membuatku membelalakan mata dan tidak lupa mengucapkan hamdalah karena kepercayaan  mereka.

Selama menjadi instruktur bahasa Inggris, Dewi memang selalu berusaha fokus dengan pekerjaannya dan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya dengan berinovasi dalam mengembangkan modul ajar. Dewi adalah instruktur bahasa Inggris yang ditunjuk pimpinan sebagai penanggung jawab program bahasa Inggris kesehatan, ya amanah yang dulu dia terima begitu berat karena dia tidak pernah tahu apa bahasa Inggris yang berkaitan dengan pekerjaan di rumah sakit, seluk beluk prosedur kesehatan, komumokasi terapetik sampai kolaborasi kerja tim. Pekerjaan yang dulu dirasa sangat asing karena ketika dia melihat buku buku keperawatan yang tebal ditambah bahasa Inggris menjadi bahasa pengantarnya. Karena dulu masih muda dan pekerjaan ini butuh keseriusan, jadilah Dewi berusaha sebaik mungkin menyelesaikan modul modul ajar, juga berinteraksi langsung dengan mahasiswa di kelas agar pengalaman serta seluk beluk pekerjaan mereka dapat dipahami sedikit demi sedikit. 

Pekerjaan sebagai penanggung jawab program bahasa Inggris khusus memberikannya keleluasaan untuk berkreasi mengembangkan materi sesuai tingkatan kemampuan bahasa dan topik topik. Di sisi lain, kemahirannya mengajar dan berinteraksi dengan peserta didik menambah keluwesannya dalam kegiatan belajar mengajar. Berbagai masukan positif sebagai pengajar, fasilitator juga penguji mendapat penghargaan tersendiri dari klien dan pimpinan di kantor.

Sekian tahu terlibat di bahasa Inggris kesehatan, maka perasaan jemu pun muncul. Walau semua pekrjaan diselesaikan tepat waktu tidak peduli seberapa khusus permintaan klien, karena kemampuan menuntaskan permintaan klien menjadi target kerjanya. "Spertinya aku harus ambil tantangan lain, kalau main di zona ini sudah nyama dan tidak bisa dapat pengalaman lain", pikirnya pada saat Pandemi dan lock down diberlakukan. "Sepertinya aku harus bantu tim bilingual di bagian pelatihan guru", begitu rencananya. Dia pun menyeampaikan keinginan nya untuk membantu tim di penyediaan materi pelatihan. Tidak diduga dia mendapat dukungan positif dari tim yang sebenarnya sedang membutuhkan bantuan tenaga untuk menyusun dan merapikan silabus pelatihan selama 4 tahun. Gayung bersambut dan Dewi merasa tertantang dan siap masuk ke arena baru, bertarung dengan materi materi baru yang asing dan mulai mengumpulkan sumber sumber bacaan sebagai rujukan menyusun modul ajar. 




Ini, barunya playground baru, biar sulit tapi aku bisa fokus dan konsisten membantu tim", tekadnya suatu hari ketika diminta merancang silabus pelatihan guru mulai dasar smpai mahir. Dewi tersenyum, dan meyakinkan dirinya bila arena bermain ini akan memberikan dia kesempatan menunjukkan kemampuan diri di program bilingual. Kata kata Science and Math menjadi kosa kata  baru yang akan menjadi bagian pelatihan gurur bilingual. "Master piece, aku mau buat modul English for Teacher dan itu akan menjadi Master piece ku di arena baru ini" Senyumnya mengembang dan dengan segenap hati dia mulai menyusun jadwal penggarapan modul dan materi ajar juga tetap ambil bagian sebagai trainer sebagai bagian penambahan jam terbang hingga dianggap layak sebagai seorang pelatih". 

Seperti Sabtu ini 10 September, Dewi dengan penuh percaya diri memenuhi permintaan ketua tim untuk mengisi pelatihan guru di salah satu sekolah dasar Islam terpadu. Serangkaian kegiatan terselesaikan, dengan tetap menerapkan SOFTENER dan gerak tubuh serta postur ketika memberikan bahasan materi pelatihan, memberikan Dewi pengalaman lain yang menyenangkan ketika dia bertanya kepada para guru, "How do you feel after learning English with me today?", Jawaban mereka yang tidak terduga tapi membahagiakan adalah, "asyik Ms. dewi, ngajarnya, Ngajar materinya dibuat simple" begitu slah satu guru berkomentar, sedangkan guru lain memberi komentar, "Pertemuan berikutnya dengan Ms. Dewi lagi ya?",  serempak disepakati oleh para guru. 

Tidak salah mencoba arena bermain baru ketika kita siap untuk belajar dan berlatih juga berkolaborasi bersama untuk meningkatkan kemampuan di banyak sisi, strategi mengajar, pendekatan ke peserta didik, diversifikasi kegiatan belajar dan pengembanagn bahan ajar juga yang terpenting sentuhan teknologi dalam pembelajaran. Dewi merasa dirinya naik kelas walau pun di arena yang kecil seperti di klien ini, "Aku harus konsisten dan profesional untuk berbagi dan melayani", Semangat Dewi untuk dirinya dan masa depan karir nya sebagai instruktur bahas Inggris.

#writober2023

#takarena

#RBMJakarta

#IbuProfesional

Writober #3 Takluk

 IKUTI SAJA NASEHAT IBU


"Pokoknya tahun ini kita pindah rumah". Begitulah instruksi Ardan, suami Tina, ketika mereka berdua membicarakan keuangan keluarga di ruang makan. "Aku sudah gak sanggup bayar kontrakan rumah, apalagi Bu Kinanti minta 35 juta untuk satu tahun ke depan", wajahnya yang penuh amarah membuat Tina kebingungan.


Tina beranjak dari tempat duduknya menuju ke kamar. Dia belum bisa merespon permintaan suaminya. Perjalanan hidup berumah tangga yang sudah berjalan lebih dari 18 tahun membuat Tina mengingat pertama kali mereka membeli rumah untuk ditempati permanen sepuluh tahun yang lalu. Ajakan suaminya untuk pindah rumah sebenarnya tidak masalah dengan Tina. Hanya saja dia berpikir kondisi rumah tangga mereka dulu sangat berbeda. Suaminya yang bekerja delapan minggu di lapangan dan 2 minggu di rumah menjadi pertimbangan Tina untuk memilih mengontrak rumah dekat rumah ibunya, agar mudah menitipkan anak anaknya selagi dia bekerja di ranah publik, juga pengasuh nya yang datang pagi dan pulang sore. Ada rasa nyaman di satu bagian, karena anak anak aman di rumah orang tuanya dan ada pengasuh yang merawat mereka. Di sisi lain, kantornya yang dekat dengan kediamannya menambah kenyamanan nya tinggal dan menyewa rumah dekat keluarganya.

Konflik demi konflik terjadi antara Tina dan suaminya dan yang menjadi pokok bahasan adalah pengeluaran belanja bulanan yang membengkak karena harus membayar cicilan rumah juga membayar sewa kontrakan bulanan. Belum lagi uang belanja dan kebutuhan rumah tangga lain juga untuk membayar pengasuh. Awalnya tina tidak keberatan membayar sewa rumah bulanan dan membayar pengasuh dari gajinya, bahkan untuk keperluammya sendiri, dia tidak pernah minta dari suaminya. Sayangnya, sang suami selalu menyinggung betapa ruginya dia bila harus membayar cicilan rumah yang tidak mereka tempati, belum lagi rumah akan rusak dan dia bolak balik memperbaiki dan yang bocor adalah uang yang seharusnya untuk ditabung dan menjadi simpanan masa depan. 

"Bagaimana dengan pekerjaanku? Jarak rumah dengan kantor kan jauh, apalagi kalau aku harus naik kendaraan umum, karena aku gak bisa mengendarai motor, belum lagi waktu yang harus dihabiskan sekitar dua jam untuk sampai kantor agar tidak terlambat." Semakin dipikirkan, semakin berat Tina memilih. Pilihan harus segera diambil oleh Tina, karena si sulung yang sudah diterima di Perguruan Tinggi luar negeri butuh biaya yang tidak sedikit untuk hidup dan belajar selama di negeri jiran. Pertimbangan lain yang harus ditelan bulat bulat adalah berhenti bekerja. Itu yang bisa Tina pikir, tapi konsekuensinya dia tidak memiliki pemasukan untuk menutupi biaya bulanan. Tina pun harus memahami permintaan Arda, suaminya. Semenjak Pandemi 2000, pekerjaan nya tidak menentu. Tabungan yang ada pun sedikit demi sedikit tergerus karena kebutuhan perut. 

Pagi itu Tina memutuskan berangkat ke rumah ibunya dan membicarakan masalahnya ini. Dia berharap sang ibu akan memberikan nasehat yang menjadi jalan tengah keluarganya. Dia juga akan berkonsultasi dengan pimpinannya di kantor agar mendapatkan solusi yang saling menguntungkan. Jujur, Tina belum bisa berhenti bekerja karena setengah dari gajinya untuk menutupi kebutuhan dapur, sedangkan setengah lainnya dia alokasikan untuk membayarkan asuransi kesehatan orang tuanya, keluarga kakaknya juga uang jajan ibu dan adiknya. "Semoga ibu punya jalan keluar untuk aku dan keluargaku", do'a nya yang kemudian dia aminkan.

Ibu yang sudah menyimak permaslahan Tina berusaha menempatkan posisi nya sebagai penengah. Ibu tidak memarahi suaminya karena beliau menyampaikan wajar jika suami ingin menempati rumah hasil jerih payahnya bekerja. Di sisi lain Tina pun menyodorkan fakta lapangan yang harus dia tutupi agar kebutuhan harian anak anak juga tidak terganggu. Ibu dengan bijak memberikan nasehatnya. "Tina, usia pernikahan kamu kan sudah lebih dari 18 tahun. Cobalah mengalah, ikuti kemauan suamimu. Bisa jadi pindah rumah itu adalah jalan lain Allah untuk keluargamu. Dengan hijrah mu ke tempat baru, insya Allah rezekimu sudah dijamin oleh Allah yang Maha Kaya. Jangan berprasangka buruk kepada Allah SWT. karena Dia pemilik rencana terbaik", Bijaknya ibu, sampai Tina pun tidak berani berkomentar. "Lalu, datanglah baik baik dan temui bos mu, sampaikan kondisimu, jangan ditutup-tutupi. Kamu bukan karyawan kemarin sore. Ibu yakin, pimpinan mu memiliki pertimbangan lain untuk karyawan senior seperti kamu." "Sudah baca Basmalah, dan yakinlah kepindahanmu beserta keluarga di tempat baru adalah yang solusi terbaik", Ucapan penutup ibu yang menyejukkan hati adalah kalimat pamungkasnya, "Kamu bisa buka usaha bimbel atau privat untuk warga sekitar, kalau itu sudah rezeki, dia gak akan lari kemana". 

Senyum ibu memberi Tina semangat dan energi untuk bangkit dan menerima nasehatnya. Ibu yang renta mampu menaklukkan hati Tina dan memberikan kekuatan dengan do'a-do'anya. Tina pulang dengan perasaan lega dan siap  menyongsong hari esok di tempat baru sebagai sebuah tantangan yang harus dia taklukan dan harus dibuktikan jika mereka bisa melampaui semua hambatan dan menikmati rumah  bersama.

Keesokan harinya, Tina sudah membulatkan tekad untuk menyampaikan permohonannya untuk mengambil kerja di rumah atau istilah kerennya Work From Home (WFH). Alhamdulillah, Pimpinan divisi  dapat memahami kondisinya dan benar kata ibu, perusahaan memberi pertimbangan baik untuk karyawan senior. Mereka akan memberi Tina kabar baik minggu depan. Semakin mantap Tina memilih pindah dan dia langsung sampaikan semua kepada Ardan, suaminya. Ardan memperlihatkan wajah cerah setelah menyimak penjelasan Tina dan mereka berdua sepakat untuk membuat rencana apa saja yang harus segera dilakukan untuk membereskan semuanya, termasuk mengurus kepindahan sekolah anak-anak, perbaikan rumah dan memilih tanggal untuk pindahan rumah. Tak terbayang berapa banyak baarang yang harus dikemas dan dipindah ke tempat baru. "Semoga Allah memberikan jalan kemudahan untuk ku dan keluarga ku", do'a Tina dipenghujung hari. 



#writober2023

#takluk

#RBMJakarta

#IbuProfesional

Writober #2 Andala

 DUNIA TIPU-TIPU



Seperti judul lagu Yura Yunita, dunia yang Dira hadapi menggambarkan lika-liku perjalanannya sebagai seorang remaja yatim-piatu. Banyak sekali kekecewaan yang dia rasakan. Entah berapa banyak keluhan yang dia lontarkan. Bagaimana bisa dia yang usianya masih 17 tahun harus berjibaku dengan kerasnya kehidupan, belum lagi ketidakk ramahan orang orang di sekelilingnya. "Aah, kalau aku bisa aku terjun aja ke laut yang paling dalam, terus masuk ke perut ikan Paus terus sembunyi di situ selama mungkin, agar kesalahan yang ku perbuat dengan tidak sengaja tidak harus diperbesar hanya aku anak yatim piatu yang miskin.", tangisnya pecah seiring langkah kaki nya masuk ke rumh bibinya melalui pintu belakang. Ya, dia tidak pernah diizinkan masuk lewat pintu depan, karena dianggap sial oleh keluarga bibinya. Dira pasrah, walau kondisinya tidak menguntungka, tapi dia masih tetap bersyukur memiliki tempat berteduh yang letaknya di dekat dapur dan kamarnya yang menyendiri dari ruangan ruangan lain di rumah pamannya. "Seandainya aku memiliki tempat yang sangat luas, maka setiap omelan, caci maki, celaan bahkan hujatan akan ku simpan di dalam setiap laci dan semuanya aku simpan di bagian paling bawah dan akan ku kubur dengan benda lain yang tidak akan menggangguku", gumamnya pada diri sendiri. "Ya, seperti lautan yang luas dan dalam, mungkin aku harus punya tempat seperti itu agar hidup ku gak stress dan akan lebih ringan kaki ini melangkah", senyumnya menghiasa wajah bulatnya dan dia bertekad untuk menambah stok sabar juga hati yang lapang jika kejadian yang menyakitkjan hati terulang kembali. 

Setiap hari yang dia lakukan, dimulai di jam 04.00 WIB. Kewajibannya adalah membantu ART di rumah bibimya dengan mencuci baju. memilah mana baju yang perlu disikat mana yang perlu dikucek dan setelah selesai dibersihkan, dia akan masukkan ke dalam mesin cuci satu tabung. Berikutnya, dia akan menyapu lantai ruangan tengah, makan dan bagian kebun belakang. Selanjutnya, dia akan mandi dan sholat shubuh dan menyiapkan diri untuk berangkat sekolah. "Aku sarapan gak ya pagi ini? atau aku puasa aja ya? Hari ini hari Kamis, kalau aku puasa aku gak perlu beli makan siang dan bawa minum, jadi uangnya bisa ditabung, tapi kalau gak kuat, bagaimana ya?" Ah, sudah bismillah puasa saja, semoga Allah SWT memudahkan jalanku hari ini, Aamiin.", begitulah harinya pagi ini, dengan langkah kakinya dia segera mengambil sepeda butut dan segera mengayuhnya ke seoklah. 

Cibiran pertama yang dia terima datang dari tetangganya yang juga kelas 12. "Eh, Dira, pake speda butut itu ke sekolah kapan nyampenya? "Pagi-pagi udah ada yang bikin down, aja" gumamnya dalam hati. "Ya, Alhamdulillah masih punya sepeda walau butut, yang penting gak terlambat, Wi!, jawabku sambil menunjukan wajah senang. Walau dalam hati dongkol tapi dia sudah berjanji akan memberlakukan hatinya seperti luas dan dalamnya lautan. "Duh, susahnya memulai, padahal lagi puasa lagi. Berat bener tantangannya...Semangat semangat Dira"pungkasnya.

Alhamdulillah, masih jam 06.15 WIB. Masih ada 15 menit untuk istirahat. Gegas dia parkir sepedanya di bagian pojok parkiran motor. Langkahnya menuju kelas disambut oleh teman teman nya yang satu grup di kegiatan ekskul PMR. "Dira, sini. Sarapan yuk. Aku bawa 2 bungkus nasi bungkus." "Aku lagi puasa Sunnah, Ki. Terima kasih". Alhamdulillah, ada teman teman yang ramah, Terima kasih ya Rabb Engkau berikan teman teman baik". 

Jam belajar sudah usai dan waktu menunjukkan pul 14.00 WIB. Panas terik matahari membuat Dira berpikir ulang untuk pulang. "Apa aku tunggu sebentar lagi ya, aku lagi haus. Kalau pulang jam segini pasti lemes banget sampe rumah". Tapi kalau telat, nanti bibi bakal ngasih hukuman". Sesalnya. "Ya, sudah lebih baik pulang aja sekarang. Nanti sampai rumah istirahat dulu baru lanjut setrika dan nyiram tanaman". Dira melanjutkan hari nya dengan langkah gontai.

Di perjalanan pulang, Dira melewati pasar yang dipinggiran trotoarnya berjajar pedagang makanan kaki lima. "Seandainya, aku punya uang lebih, mau banget beli lauk untul tambahan buka puasa, tapi aku kan harus nabung biar bisa beli tas baru", Dia tepis keinginannya dan dia lajukan sepedanya. Sampai di pertigaan, Gerombolan sepupu nya berpapasan dengan Dira dan dengan senyum liciknya Fina dengan suara kerasnya memberikan terapi shock untuk Dira. "Guys, lihat tuh siapa yang lewat, kura-kura lemot yang pengen kuliah di Turki", "Gak ngaca apa ya? Sudah yatim, miskin eh pengen lanjut kuliah ke negeri orang. Kira-kira punya otak ga nih orang?" Seketika, semua orang menatap dira, karena Fina memberikan telunjuknya ke arah muka Dira. Malu, pake banget, tapi ini di tempat umum, gimana jawabnya? Sedetik dua detik kemudian, "Fina, do'a in aja ya semoga impanku terkabul" Jawaban yang tidak terduga dari Dira membuat Fina melongo karena Dira tdak memperlihatkan wajah malu atau sedih. Dia melenggang dan melanjutkan perjalannya untuk pulang.

"Yuk simpan lagi celaan Fina tadi dilaci Celaan terus lacinya dikunci supaya gak kebuka", Seolah Dira sedang memberekan sesuatu, dia merasa lega karena bisa membalas celaan dengan jawaban yang berisi do'a. "Semoga do'aku terkabul. Aamiin ya Allah, Bila Turki bisa menjadi jalan sukses ku, mudahkanlah". Untaan tulus dari hati Dira mengantarnya masuk ke halaman rumah sang bibi.

Malam dingin yang sunyi. Setelah berbuka puasa, menyelesaikan PR sekolah juga rumah tangga, dia naik ke tempat tidur dan merenung juga memikirkan 2 kejadian hari ini. Ternyata, bila kita punya tempat seluas dan sedalam laut, maka kita bisa menyipan laci laci jelek dibagian bawah, dan laci laci bagus di bagian atas. Jadi sakit hatinya gak sampai menusuk ke relung jiwa dan jangan tertipu dengan bisikan syetan yang memperburuk keadaan". Dira tersenyum dan seolah mendapat energi baru untuk menghadapi hari hari beratnya ke depan. Yang dia punya adalah mimpi, harapan, semagat dan do'a. Semoga  aku bisa meraihnya. Terima kasih atas kemudahan mu ya Allah. Jadikanlah aku hamba yang selalu bersyukur atas rezeki yang Kau berikan untuk ku. Aamiin. 

#writober2023

#andala

#RBMJakarta

#IbuProfesional

Senin, 02 Oktober 2023

Writober #1 Haru

 CITA CITAKU YANG TERTUNDA

PENGUMUMAN WISUDA SARJANA XIV – STAI Darul Ulum Kandangan

"Baik bu, setelah saya periksa melalui USG, ibu dinyatakan tidak hamil. bercak flek yang ibu alami beberapa hari lalu ternyata darah haid",  merespo pernyataan dr. Isnariani Sp.OG., membuat mataku berbinar. Aku pun tidak mengerti, mengapa aku bisa bergembira seperti ini seolah ada rasa lega luar biasa dan senyuman mengembang yang kulebarkan menambah bahagia perasaan ku hari ini. Aku hanya mengangguk dan mengucap terima kasih seraya pamit, karena urusan ku dengan dr. ahli kandungan tersebut telah usai. Aku keluar ruang konsultasi dengan langkah ringan dan aku merasa melayang karena kebahagiaan ku akan kesempatan emas yang akan aku manfaatkan sebaik-baiknya. Suamiku sendiri tidak tahu jika aku mengalami flek dan bolak -balik ke dr. kandungan untuk periksa, penobatan dan akhirnya dinyatakan negatif hamil. Kepulanganku dari rumah sakit malam ini memberikan ku rasa haru tidak terkira karena impianku harus ku raih segera.

Keesokan harinya, seperti biasa, aku menitipkan anak sulungku di rumah mamaku dan pengasuh akan datang untuk merawat nya selama aku bekerja. Hari ini, aku sudah bertekad untuk menyelesaikan pendidikan S1 ku yang tertunda karena saat itu aku hamil anak pertama. Tuntutan perusahaan yang mengharuskan karyawannya bertitel Strata 1 pun memicu ku untuk segera menggapai nya. Tepat jam 12.00 WIB. aku bergegas sholat Dzuhur dan keluar kantor untuk mendaftar ke sebuah Sekolah Tinggi bahasa Asing yang kebetulan jarak antara kantor dan kampus hanya 250 meter!. Aku terus bersyukur dan hatiku berbunga bunga karena Allah sang Pencipta mengabulkan permohonanku dan memberikan jalan kemudahan untuk ku bekerja sambil kuliah. Tidak perlu waktu lama aku ke bagian pendafaran dan mengisi formulir serta uang kuliah yang uangnya adalah tabunganku hasil kerja ku selama ini di perusahaan tempat ku bekerja. Semoga jalan mulus diawal memberiku kemudahan lain dalam berproses menjadi seorang sarjana. Begitu do'aku setelah kembali lagi ke kantor dan berkutat dengan pekerjaan rutin ku. 

"Bu Rita, jadi daftar ke kampus yang kita datangi minggu lalu?" Tanya Fera, teman kerjaku sambil berbisik. "Aku hanya mengangguk cepat dengan senyuman karena aku ingin dia merahasiakan kondisi ku saat ini, sampai aku menerima ijazah S1 ku kelak. "Kapan mulai belajarnya, bu?" Fera mendekat dan duduk di sebelah ku. Obrolan kami yang berbisik-bisik tidak mengganggu karyawan lain. "Insya Allah minggu depan, Fer." Jawabku dengan sumringah. "Do'akan aku ya biar lancar dan selesai tepat waktu", "Aamiin" Fera mengaminkan do'aku sambil mengacungkan dua jempolnya tanda dia mendukungku dengan sepenuh hati. 

Perjalanan hari hariku sebagai ibu, istri, karyawan dan mahasiswa S1 pun aku jalani sebaik mungkin, Walau berat karena selain biaya, juga tenaga, waktu juga pikiran yang harus terbagi-bagi agar bisa berjalan beriringan agar aku tidak oleng. Kondisi LDR ku dengan suami pun menambah tantangan ku untuk selalu tegar dan kuat menjalani semuanya sendiri. Setiap hari, aku harus bangun jam 04.00 melakukan keajinbanku sebagai seorang ibu, memasak, mencuci, merapikan rumah dan menyiapkan anak sekolah. lanjut aku berangkat kerja sambi mengantar anakku yang bersekolah di Playgroup, dan menitipkan baaju gantinya di rumah mamaku. Aku segera meluncur ke kantor, berjibaku dengan tugas pekerjaan yang datang silih berganti. Jelang sore, aku siap siap menyiapkan mata kuliah apa saja yang akan aku pelajari di kampus. Pukul 17.00 WIB. aku keluar kantor dan bergegas ke kampus dengan berjalan kaki. Aku harus semanagt, karena hanya ini jalanku menuju sukses. Penat yang kurasakan aku nikmati saja, sampai aku selesai belajar di kampus jam 21.30 WIB. Sekali lagi, aku bersyukur karena aku bisa ikut mobil temanku yang searah ke rumah ku, Aku hanya melanjutkan berjalan kaki ke rumah mamaku dan menjemput buah hati ku.

Begitulah, kegiatan ku selama satu tahun enam bulan. Setiap hari selama 6 hari aku berjuang menjalani hari hariku untuk menggapai sarjanaku. Berat, itu pasti. Apalagi jika anakku sakit dan aku merasa was-was karena meninggalkannya hampir 15 jam setiap hari. Sampai akhirnya, hari itu pun tiba. Aku menangis haru, menitikkan air mata, dan masih tidak percaya jika hari ini di bulan Pebruari aku menerima sertifikat Strata 1. Di sisi lain, hadiah terindah yang aku dapatkan dari jerih payah ku serta do'a - do'aku yang kupanjatkan ke langit adalah kehamilanku. Akhirnya aku hamil setelah aku menyelesaikan satu bagian terberat. Terima kasih ya Allah yang Maha Pengasih. Harapanku dari lulusan Diploma 3 tercapai dan sekarang menjadi seorang sarjana. Berikutnya, kehamilanku yang aku syukuri dan aku menganggap hadiah ini adalah Rezeki terindah Allah SWT. Rasa haru dan bahagia saja yang kurasakan setelah apa yang aku jalani. 

#writober2023

#haru

#RBMJakarta

#IbuProfesional


WFH Year #1

 UNEXPECTED EVENTS It's not about how long you dedicate yourself to show your best performance. It's all about how you put and treat...