TERPURUK
 |
https://i.pinimg.com/736x/f7/0e/14/f70e14ec9c8f3d0683899ddc09c06601.jpg |
"Mas, uang belanja yang kuterima kok hanya 1.5 juta?", Aina mempertanyakan uang belanja bulanan kepada suaminya, Arman untuk kali kedua. Bulan lalu Aina pun hanya mendapat sejumlah uang yang sama seperti bulan ini. Sayangnya, keluhan yang dilontarkan Aina pada suaminya hanya ditanggapi dengan respon,"Sudah terima saja uang itu. Harusnya kamu bersyukur karena aku masih memenuhi tanggung jawab ku sebagai kepala keluarga dan tidak usah kamu tanya lagi kenapa". Pertanyaan yang dilontarkan Aina pagi ini pun hanya ditanggapi dengan wajah Arman yang kusut dan dia berlalu keluar rumah untuk bekerja.
Aina merasakan bebannya mulai bertambah berat, setelah uang bulanan untuk kebutuhan keluarga dipangkas Arman setengahnya dari yang dia terima sebelumnya. "Bagaimana bagi bagi uangnya? aku harus membayar hutang ke warung Mpok Leha dan juga harus membayar uang Penilaian Tengah Semester Aira". Kepalanya berdenyut dan gambaran persoalan yang akan muncul setelah minggu ini adalah sang ibu mertaua yang datang ke kontrakannya dan minta sembako untuk jatah bulanan beliau. "Ya Allah, aku harus bagaimana?", gumam Aina sambil mengingat kewajibannya pada si sulung yang sudah kelas 3 SD dan tunggakan uang SPP yang berjumlah 1 bulan hingga total yang harus dia bayar adalah 330 ribu rupiah.
"Seandainya aku bisa mendapatkan uang tambahan,paling tidak uang makan dan uang jajan Aira dan Rafi bisa diberikan setiap hari." Aina bangkit dari lamunannya dan bersegera menyelesaikan pekerjaan ibu rumah tangga nya seperti mencuci baju, menjemur, membereskan rumah, menyapu, mengepel dan terakhir mencuci piring. Rutinitas ibu rumah tangga yang tidak pernah selesai episodenya ditambah dengan setrikaan baju yang senantiasa menumpuk dan harus dikerjakannya sendiri. "Bismillah, semoga hari ini ada kabar baik atau paling tidak ada info kerjaan di komplek perumahan elit di seberang sana." Aina menyelesaikan semua pekerjaannya dan berencana akan keluar rumah untuk membeli bahan sembako untuk 2 minggu kedepan.
Sesampainya di Warung Sembako milik Mpok Leha, Aina memesan beberapa bahan makanan dan juga membayar hutang. "Mpok, saya mau bayar hutang juga ya, jumlahnya 200 ribu. Berapa total belanjaan saya yang ini, mpok?" Dengan senyum manis dan suara ramah menjawab pertanyaan leha dengan lembut, "Senangnya Aina bayar hutang. Ini semua belanjaan kamu hari ini 155 ribu dan hutang bulan lalu 200 ribu jadi semuanya 355 ribu. Ada lagi yang mau kamu beli, aina"? Aina menangsurkan uang berwarna mereah sebanyak 4 lembar. "Enggak ada lagi mpok. ini juga udah cukup untuk 2 minggu." Mpok Leha dengan cekatan memberikan kembaliannnya, "ini uang kembaliannya, jangan lupa datang lagi ya ke warung Mpok Leha". Senyum merekah mpok Leha menyertai kepergian Aina.
"Semoga cukup bahan-bahan makan ini untuk 2 minggu. Setelah belanja aku harus ke rumah ibu Lastri untuk bayar kontrakan". Aina pun melanjutkan perjalanannya pulang dan menyimpan belanjaannya sebelum bertandang ke rumah si empunya kontrakan. Tak berapa jauh jarak dari rumah kontrakan Aina menuju rumah bu Lastri. "Assalamu'alaikum bu Lastri." Bu Lastri mempersilakan Aina duduk di teras dan kedatangannya sudah pasti akan membayar uang sewa rumah. "Sini duduk Aina." Ya bu, terima kasih. Ini uang sewa kontrakan bulan ini ya bu, 850 ribu". Aina menghitung kembali uangnya di depan bu Lastri sebagai bentuk bukti jika uang yang diberikan sama sama dihitung. "Iya saya terima ya uangnya, ini kuitansinya. Terima kasih Aina. Oh ya jangan lupa uang sewanya akan saya naikkan 2 bulan lagi. Jadi kamu saya waktu berpikir apakah akan tetap lanjut atau mau pindah." Berapa banyak kenanikannya bu?" Aina yang terkejut merasa was was karena dia harus berpikir keras jika pengeluaran bulannya akan membengkak". "Gak banyak, cuma 150 ribu aja kok". "Jadi 1 juta ya bu mulai bulan Januari tahun depan?" Sesak rasanya dada Aina dan dia berusaha untuk tetap terlihat baik baik saja. "Baik bu, saya pamit dulu. Nanti saya diskusikan dengan suami. Permisi."
Kepala aina mulai berdenyut kembali ketika masalah muncul satu persatu di benak nya. Bagaimana dia akan mensiasati uang 1.5 juta rupiah agar cukup untuk satu bulan. Sesampainya di rumah, tampaklah olehnya Ibu Tina, sang mertua yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya. "Hei, Aina! Kemana saja kamu? Aku sudah menunggu mu dari tadi?" Aina terpaku dan melangkai gontai ke arah rumahnya dimana suara teriakan ibu mertua memekakan telinganya. Ada apalagi dengan ibu mertuanya?